Sesungguhnya yang paling berhak diperebutkan oleh para perebutnya, dan yang paling layak diperlombakan di arena perlombaan oleh para pelomba adalah apa yang menjamin kebahagiaan hamba di dunia dan akhiratnya, dan menjadi petunjuk di jalan kebahagiaan ini, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang keduanya tidak ada kebahagiaan bagi hamba kecuali dengan keduanya, dan tidak ada keselamatan baginya kecuali dengan berpegang pada sebab keduanya. Barangsiapa diberi keduanya maka dia menang dan beruntung, dan barangsiapa diharamkan keduanya maka seluruh kebaikan diharamkan darinya. Dan keduanya adalah sumber pembagian hamba kepada yang dirahmatי dan yang diharamkan, dan dengan keduanya dibedakan orang baik dari yang jahat, orang takwa dari yang sesat, dan orang zalim dari yang terzalimi.

Ketika ilmu menjadi pasangan dan syafi' bagi amal, dan kemuliaan ilmu mengikuti kemuliaan objek yang diketahui, maka ilmu yang paling mulia secara mutlak adalah ilmu tauhid, dan yang paling bermanfaat adalah tentang hukum-hukum perbuatan hamba. Dan tidak ada jalan untuk mengambil kedua cahaya ini dan menerima kedua ilmu ini kecuali dari mishkah (tempat pelita) orang yang telah tegak dalil-dalil yang pasti atas ishmah (kemaksuman)nya, dan kitab-kitab samawi telah menyatakan dengan jelas wajibnya taat dan mengikutinya. Dan dialah yang jujur lagi dibenarkan yang tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu, tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.

Ketika menerima darinya shallallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam ada dua macam: macam yang dengan perantara dan macam yang tanpa perantara, dan penerimaan tanpa perantara adalah bagian para sahabatnya yang telah meraih tongkat estafet perlombaan dan menguasai garis finish sehingga tidak ada harapan bagi seorang pun dari umat setelah mereka untuk menyusul. Akan tetapi yang unggul adalah yang mengikuti jalan mereka yang lurus dan meniti manhaj mereka yang benar. Dan yang tertinggal adalah yang menyimpang dari jalan mereka ke kanan dan ke kiri, maka itulah yang terputus dan tersesat di padang kebinasaan dan kesesatan.

Adakah sifat kebaikan yang tidak mereka dahului? Dan adakah langkah petunjuk yang tidak mereka kuasai? Demi Allah, sungguh mereka telah mendatangi mata air kehidupan yang segar, jernih, dan bening, dan mereka menguatkan sendi-sendi Islam sehingga tidak meninggalkan bagi siapa pun setelah mereka untuk berkata-kata. Mereka menaklukkan hati dengan keadilan mereka dengan Al-Quran dan keimanan, dan negeri-negeri dengan jihad dengan pedang dan tombak. Dan mereka menyampaikan kepada para tabi'in apa yang mereka terima dari mishkah kenabian dalam keadaan murnidan jernih, dan sanad mereka dalam hal itu dari nabi mereka shallallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam dari Jibril dari Rabb al-'Alamin adalah sanad yang sahih dan tinggi.

Dan mereka berkata: "Ini adalah perjanjian nabi kami kepada kami dan kami telah berjanji kepada kalian, dan ini adalah wasiat Rabb kami dan kewajiban-Nya atas kami dan ia adalah wasiat-Nya dan kewajiban-Nya atas kalian." Maka para tabi'in mengikuti mereka dengan ihsan menempuh manhaj mereka yang benar dan mengikuti jejak mereka di jalan yang lurus. Kemudian tabi'ut tabi'in menempuh jalan yang bijak ini, "dan mereka diberi petunjuk kepada perkataan yang baik dan mereka diberi petunjuk kepada jalan Yang Maha Terpuji" (QS. Al-Hajj: 24). Dan mereka dibandingkan dengan orang-orang sebelum mereka sebagaimana dikatakan oleh yang paling jujur perkataannya:

"Segolongan besar dari orang-orang terdahulu" (QS. Al-Waqi'ah: 13) "dan sedikit dari orang-orang kemudian" (QS. Al-Waqi'ah: 14).

Kemudian datanglah para imam dari abad keempat yang diutamakan dalam salah satu riwayat, sebagaimana tetap dalam hadits sahih dari Abu Sa'id, Ibnu Mas'ud, Abu Hurairah, Aisyah, dan Imran bin Hushain. Maka mereka menempuh jejak mereka dengan mengikuti dan mengambil perkara ini dari mishkah mereka. Dan agama Allah Subhanahu lebih agung di dada mereka dan lebih besar di jiwa mereka daripada mereka mendahulukan atas agama itu suatu pendapat atau yang masuk akal atau taklid atau qiyas. Maka terbang untuk mereka pujian yang baik di alam semesta, dan Allah Subhanahu jadikan untuk mereka lisan kebenaran di orang-orang kemudian.

Kemudian berjalan mengikuti jejak mereka rombongan pertama dari pengikut mereka, dan menempuh manhaj mereka orang-orang yang diberi taufiq dari pengikut mereka, zuhud dalam ta'ashub kepada tokoh-tokoh, berdiri bersama hujjah dan istidlal, berjalan bersama kebenaran ke mana pun kendaraannya berjalan, dan bergerak bersama yang benar ke mana pun kemahnya berangkat. Jika dalil tampak bagi mereka dengan mengambilnya, mereka terbang kepadanya secara berkelompok dan sendirian. Dan jika rasul memanggil mereka untuk suatu perkara, mereka bergegas kepadanya dan tidak bertanya kepadanya tentang apa yang dikatakan sebagai bukti. Dan nash-nash-nya lebih agung di dada mereka dan lebih besar di jiwa mereka daripada mereka mendahulukan atas nash-nash itu perkataan seseorang dari manusia, atau menentangnya dengan pendapat atau qiyas.

Kemudian khalaf (generasi berikutnya) setelah mereka memecah-belah agama mereka dan menjadi golongan-golongan, setiap kelompok bergembira dengan apa yang ada pada mereka. Dan mereka memotong-motong perkara mereka di antara mereka menjadi kitab-kitab dan semuanya kepada Rabb mereka kembali. Mereka menjadikan ta'ashub kepada madzhab-madzhab sebagai agama mereka yang dengan itu mereka beragama, dan modal mereka yang dengan itu mereka berdagang. Dan yang lain dari mereka puas dengan taklid murni dan berkata: "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami mengikuti jejak mereka" (QS. Az-Zukhruf: 23).

Dan kedua kelompok jauh dari apa yang seharusnya diikuti dari yang benar, dan lisan kebenaran membaca kepada mereka: "Bukan menurut angan-angan kamu dan bukan (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab" (QS. An-Nisa: 123).

Imam Syafi'i rahimahullahu berkata: Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak boleh baginya meninggalkannya karena perkataan seseorang dari manusia.

Diterjemahkan oleh: Muhamad Abid Hadlori