Di zaman yang banyak terjadi pemutarbalikan fakta, ketika timbangan menjadi tidak seimbang, dan tersebar berbagai pemikiran dan konsep sekularisme, yang diberi tempat di stasiun radio dan saluran televisi nasional, dan memenuhi kurikulum dan materi pendidikan, maka istilah-istilah seperti humanisasi, universalitas, dan kewarganegaraan menggantikan istilah halal dan haram, kesetiaan dan penolakan (al-wala' wal-bara'), serta ikatan agama...

Dan di zaman ketika konsep-konsep yang berlandaskan referensi agama menjadi rancu, khususnya yang berkaitan dengan makna moderasi dan jalan tengah, sehingga menolak hal-hal yang diharamkan dan berpegang teguh pada sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam akidah, perilaku, dan manhaj menjadi tanda-tanda ekstremisme, dan menjadi syarat moderasi bahwa engkau mengizinkan dirimu berenang di pantai dengan telanjang dan mendengarkan musik serta menari, dan tidak menampakkan tanda-tanda cemburu terhadap istri dan anak-anak perempuanmu jika mereka berhias atau berpakaian terbuka, dan tidak keberatan atau wajahmu berubah jika mereka menjalin hubungan tidak sah atau mencurigakan dengan yang bukan mahram, karena tidak ada tempat bagi campur tanganmu dalam kehidupan mereka karena zaman halal dan haram telah berlalu! Dan keputusan terakhir saat ini harus didengar dari mulut ahli hukum bukan ulama agama...!

Dan di zaman ketika negara-negara Kristen campur tangan dalam kurikulum pendidikan di negara-negara Islam, dan berpartisipasi dalam mengatur bidang keagamaan mereka, dan menekan dengan kekuatan uang, politik, organisasi, dan senjata sehingga referensi mereka menyesuaikan dengan hukum internasional dan ulama serta intelektual mereka tunduk pada apa yang telah ditetapkan oleh orang Barat dalam daftar hak asasi manusia meskipun bertentangan dengan yang diketahui dalam agama Islam secara pasti...

Dan di zaman ketika manusia mampu memiliki ribuan buku dalam satu cakram padat (CD), dan dalam sekejap mata dapat berhubungan dengan orang paling berilmu di muka bumi, dan dapat menyaksikan dan mendengarkan siapa yang ia inginkan dari para ulama di seluruh dunia dengan berbagai mazhab. Dan di zaman ketika politisi menuntut keterbukaan dan menerima yang lain, serta menolak keterisolasian dan berkubang dalam kepompong.

Dan di zaman ketika kita memuaskan gelombang sekularisme, dan merespons tekanan eksternal sebelum internal, maka kita menghapus syarat wali dalam akad nikah, bertentangan dengan Sunnah secara umum dan mazhab Maliki secara khusus, terbuka pada mazhab Hanafi dengan harapan meningkatkan batas kebebasan wanita.

Di zaman ketika mazhab tidak lagi kuat mengatur kehidupan sosial, politik, maupun ekonomi dan sistem hisbah telah menjadi kenangan masa lalu.

Di zaman dengan semua perubahan ini, sebagian penanggung jawab bidang keagamaan di Maghrib (Maroko) bersikeras untuk tertutup, berkubang dalam kepompong, dan kaku terhadap masalah-masalah dalam mazhab negara dengan membatasi yang luas dan mempersempit yang lapang, menyederhanakan fikih Maliki, perilaku, dan akidah dalam hukum-hukum yang para ahli mazhab dan ulama besar telah berbeda pendapat dengan mereka.

Dan sebagai kontribusi dari peneliti Syaikh Mustafa Bahhu dalam menjelaskan sikap ulama Maroko dan perlawanan mereka terhadap bid'ah, tasawuf, penguburan, dan musim-musim (perayaan), ia mengumpulkan yang tersebar dalam kitab-kitab mereka berupa fatwa dan sanggahan yang dengan itu mereka menghilangkan dari ilmu penyelewengan orang-orang yang berlebihan, klaim orang-orang yang membatalkan, dan takwil orang-orang yang bodoh.

Dan karena keinginan koran As-Sabil untuk membangkitkan diskusi ilmiah yang landasannya adalah hujjah dan bukti, tujuannya mengembalikan umat kepada Sunnah dan Al-Qur'an, dan maksudnya ridha Yang Maha Mulia Maha Pengasih, maka ia berusaha menerbitkan buku ini.

Diterjemahkan oleh: Muhamad Abid Hadlori