Sekelompok murid telah bertanya kepada saya tentang berbagai masalah hukum terkait pelaku bid'ah, dan bagaimana kita berinteraksi dengannya. Apakah ia dijauhi atau tidak? Apakah boleh makan bersamanya atau tidak? Apakah dishalatkan atau tidak? Apakah dijenguk ketika sakit atau tidak? Apakah jenazahnya diikuti atau tidak? Dan banyak pertanyaan lainnya. Saya telah menjawab masalah-masalah ini pada waktunya dengan jawaban yang bersifat cabang (furu') bukan pokok (ushul). Ketika saya melihat banyaknya pertanyaan ini, saya ingin memberikan kepada para murid penjelasan tentang kaidah yang menjadi rujukan semua cabang permasalahan ini tanpa terkecuali.

Anda mengetahui dari metode saya bahwa saya tidak suka membahas cabang-cabang secara acak, tetapi harus dikaitkan dengan kaidah dan prinsip dasarnya yang telah ditetapkan oleh para ulama—semoga Allah merahmati yang telah wafat dan meneguhkan yang masih hidup-.

Pembahasan tentang kaidah ini bertepatan dengan selesainya buku saya "Nashr al-Syari'ah bi Qam'i al-Bid'ah" (Menolong Syariat dengan Memberantas Bid'ah). Saya telah menyelesaikannya di waktu Dzuhur dan mulai menulis tentang kaidah ini setelah shalat Ashar. Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya yang memberi taufik dan petunjuk ke jalan yang lurus.

Kaidah yang akan kami jelaskan adalah kaidah interaksi dengan para pelaku bid'ah menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ini merupakan salah satu prinsip dasar mereka yang diberkahi dan salah satu kaidah mereka yang terang, yang bersumber dari petunjuk Al-Quran dan Sunnah, serta cara berinteraksi para Salaf yang mulia—semoga rahmat dan ridha dari Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tercurah kepada mereka.

Ketika saya bertekad untuk menulis tentang kaidah ini, saya telah mengkaji beberapa karya yang ditulis oleh Ahlus Sunnah mengenai hal tersebut, baik secara khusus maupun dalam konteks pembahasan lain. Saya telah mencatat cabang-cabangnya dan tinggal mengerahkan upaya untuk menyusun dan menuliskannya di atas lembaran-lembaran. Saya menamai risalah kecil ini "Metode Para Ahli Ittiba' Dalam Berinteraksi Dengan Para Pelaku Bid'ah".

Saya memohon kepada Allah Ta'ala agar memberikan manfaat umum dan khusus melalui karya ini, menurunkan keberkahan demi keberkahan padanya, membukakan dada untuk menerimanya, mencerahkan pemahaman tentangnya, dan menjadikannya sebagai amal yang ikhlas, diterima, dan diberkati.

Saya juga berdoa agar Allah memberi balasan terbaik kepada para ulama kita, memperlakukan mereka dengan karunia, pengampunan, dan rahmat-Nya, memberkahi umur, amal, dan upaya mereka dalam menjaga syariat dan memudahkannya bagi orang awam, mengangkat derajat mereka di Firdaus yang tertinggi, dan mengumpulkan kami dan mereka bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya yang mulia.

Ya Allah, ridhai para sahabat Rasul-Mu صلى الله عليه وسلم dan berikan balasan terbaik kepada mereka atas nama kami, Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, ridhai pula para tabi'in dan pengikut mereka hingga hari kiamat. Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami rasa dengki terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

Penulisan dalam masalah ini akan mengikuti metode yang biasa, yaitumenyebutkan kaidah diikuti dengan penjelasan secara individual dan keseluruhan, disertai dengan dalil-dalilnya dan perkataan para salaf tentangnya. Setelah itu, kami akan mengerahkan upaya dalam menyebutkan cabang-cabang yang bersumber darinya.

Diterjemahkan oleh: Muhamad Abid Hadlori