Pembukaan dan Konteks Penulisan

Penjelasan ini berangkat dari tulisan tangan Syaikhul Islam Hafizh Abu al-Fadhl Ahmad bin Imam Abul Hasan Ali bin Muhammad al-Asqalani (Ibn Hajar) rahimahullah. Ibn Hajar menyatakan bahwa telah berulang kali terdapat pertanyaan dari sekelompok saudara untuk mengumpulkan apa yang diriwayatkan tentang keutamaan bulan Rajab yang tunggal, puasanya, shalat di dalamnya, dan penjelasan yang sahih dari yang sakit (lemah).

Merespons permintaan tersebut, Ibn Hajar menulis dalam lembaran-lembaran apa yang diraih sesuai dengan ketergesaan (kecepatan saat itu).

Etimologi Bulan Rajab: Delapan Belas Nama

Menurut Ibn Dihyah, bulan Rajab memiliki bentuk jamak yang beragam: arjab, rajabat, arjibah, arajub, arajib, dan rajabi. Bulan ini juga memiliki delapan belas nama:

Nama-Nama Berdasarkan Pengagungan dan Kehormatan

Pertama: Rajab

Dinamai Rajab karena dirajabkan (diagungkan) pada masa Jahiliyah, yakni dimuliakan
Orang-orang pada masa pra-Islam mengagunkannya karena pengagungan mereka terhadap berhala-berhala dengan cara menyembelih hewan untuknya

Kedua: Al-Ashamm (yang tuli)

Disebut demikian karena tidak terdengar di dalamnya dentang senjata
Mereka menghentikan peperangan di dalamnya dan tidak lagi meneriakkan seruan perang "Yā ṣabāḥāh!"

Ketiga: Al-Ashabb (yang dicurahkan)

Mereka mengatakan bahwa rahmat dicurahkan padanya
Catatan penting: kaum muslimin telah dilarang untuk menyerupai mereka dalam keyakinan-keyakinan tersebut

Keempat: Rajam (dengan mim)

Karena setan-setan dirajam (dilempari/dicabut) di dalamnya

Kelima: Asy-Syahrul Haram (bulan haram)

Karena suku Mudar berpendapat bahwa besarnya dosa pada bulan Rajab sama seperti di Tanah Haram
Catatan: Menyerupai mereka dalam hal ini hukumnya makruh bahkan terlarang, meskipun dosa itu sendiri tetap merupakan dosa besar di mana pun dan kapan pun

Keenam: Al-Haram

Karena keharamannya sudah lama, sejak zaman Mudar bin Nizar bin 'Adnan (leluhur Nabi yang ke-18)
Kehormatannya tidak dihapus karena ia termasuk salah satu dari empat bulan haram

Ketujuh: Al-Muqim

Karena keharamannya tetap
Kehormatannya tidak dihapus karena ia termasuk salah satu dari empat bulan haram

Kedelapan: Al-Mu'alla

Karena ia tinggi derajatnya di sisi mereka
Maksudnya: terpisah di antara bulan-bulan lainnya

Nama-Nama Berdasarkan Struktur Kalender

Kesembilan: Al-Fard (yang tunggal)

Ini adalah nama syar'i (dari syariat)
Disebut demikian karena tiga bulan haram lainnya—Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram—datang berturut-turut, sedangkan Rajab terpisah

Nama-Nama Berdasarkan Praktik Jahiliyah tentang Senjata

Kesepuluh: Munshilul Asinnah

Disebutkan oleh al-Bukhari dari Abu Raja' al-'Utharidi
Abu Raja' al-'Utharidi menceritakan: "Dahulu kami menyembah batu. Jika kami menemukan batu yang lebih baik, kami buang yang lama dan mengambil yang baru. Jika tidak menemukan batu, kami kumpulkan gundukan tanah, lalu mendatangkan seekor kambing, memerah susunya di atas gundukan itu, kemudian kami thawaf mengelilinginya. Apabila masuk bulan Rajab, kami berkata: 'pencabut mata tombak', maka kami tidak membiarkan satu tombak pun memiliki besi, tidak pula satu anak panah pun memiliki mata besi, kecuali kami cabut dan buang."

Kesebelas: Munshilul Ilal

Yakni tombak-tombak, terdapat dalam syair al-A'sya
Al-āl merupakan bentuk jamak dari ālah (mata tombak)

Kedua belas: Munazzi'ul Asinnah

Karena mereka mencabut mata tombak dari senjata pada bulan itu dan tidak berperang
Penjelasan ini sama dengan yang sebelumnya

Nama-Nama Berdasarkan Praktik Ibadah Jahiliyah

Ketiga belas: Syahrul 'Atirah (bulan Penyembelihan)

Karena mereka menyembelih di dalamnya
Pada masa jahiliah, bulan Rajab disebut bulan al-'Asyīrah
Penamaan ini termasuk bentuk rusaknya keyakinan batin mereka
Al-'itr (dengan kasrah pada huruf 'ain) adalah 'atīrah, yaitu seekor kambing yang dahulu mereka sembelih pada bulan Rajab untuk berhala-berhala mereka
Rasulullah bersabda: "Tidak ada fara' dan tidak ada 'atīrah"

Keempat belas: Al-Mubri'

Disebut al-mubrī karena menurut mereka pada masa jahiliah, siapa saja yang tidak menghalalkan peperangan pada bulan itu berarti ia terbebas dari kezaliman dan kemunafikan

Kelima belas: Al-Mu'asy'asy

Bulan itu juga disebut al-muqasyqisy, karena pada masa jahiliah dengannya dapat dibedakan orang yang tetap berpegang pada agamanya dari orang yang berperang di dalamnya dan menghalalkannya

Keenam belas: Syahrullah (bulan Allah)

Catatan penting: Hadis tentang hal itu adalah hadis palsu, sebagaimana ditegaskan oleh Ibn Dihyah

Nama-Nama Berdasarkan Asal Etimologi

Ketujuh belas: Dinamai Rajab Karena Meninggalkan Peperangan

Dikatakan: memutuskan ar-Rawajib
Berasal dari ungkapan orang Arab: rajulun arjab, yaitu seseorang yang terpotong (cacat) sehingga tidak mampu bekerja

Kedelapan belas: Dinamai Rajab Karena Diturunkan dari Ar-Rawajib

Ar-rāwājib adalah bagian-bagian tulang ruas jari yang tampak
Bentuk tunggalnya: rājibah
As-salāmā adalah setiap tulang dan sendi

Catatan Penting Kedua nama terakhir ini bukan nama tambahan, melainkan perbedaan pendapat dalam asal kata Rajab dari mana.

Kekeliruan tentang Peristiwa Isra'

Ibn Dihyah mencatat bahwa sebagian pencerita kisah menyebutkan bahwa Isra' terjadi pada bulan Rajab. Namun, hal ini adalah dusta.

Pendapat yang Benar Al-Harbi menyatakan bahwa Isra' terjadi pada malam dua puluh tujuh bulan Rabi'ul Awal.

Catatan Tambahan dari Ibn Katsir Pendapat bahwa peristiwa Isra' terjadi pada malam tanggal dua puluh tujuh bulan Rajab didasarkan pada hadis yang tidak sahih sanadnya. Sebagian orang mengira bahwa Isra' terjadi pada malam Jumat pertama bulan Rajab, yaitu malam Raghaib, yang di dalamnya diada-adakan salat yang terkenal itu, dan tidak ada dasar asalnya sama sekali.

Ibnu Sayyid an-Nās menyatakan bahwa Rasulullah diisra'kan pada malam tanggal tujuh belas bulan Rabi'ul Awal.

Tidak Ada Hadis Sahih tentang Keutamaan Rajab

Pernyataan Utama (Pasal)

Tidak diriwayatkan dalam keutamaan bulan Rajab dan tidak pula dalam puasanya dan tidak pula dalam puasa sesuatu yang tertentu darinya dan tidak pula dalam qiyam malam yang khusus di dalamnya hadits sahih yang layak untuk menjadi hujjah.

Imam Abu Ismail al-Harawi al-Hafizh telah mendahului dalam memastikan hal itu dengan sanad yang sahih, sebagaimana diriwayatkan darinya juga dari selainnya.

Praktik Para Ulama dalam Hadis Keutamaan

Telah masyhur bahwa ahli ilmu berlapang dada dalam menyebutkan hadits-hadits dalam keutamaan (fadhail), meskipun di dalamnya terdapat kelemahan selama tidak maudhu' (palsu).

Syarat Pengamalan Hadis Lemah Sepatutnya dengan itu disyaratkan bahwa orang yang mengamalkan meyakini bahwa hadits tersebut lemah dan tidak mashyur agar orang tidak:

Mengamalkan hadits lemah lalu mensyariatkan apa yang bukan syariat
Atau dilihat oleh sebagian orang awam lalu mengira bahwa itu adalah sunnah yang sahih

Guru Abu Muhammad bin Abdissalam dan lainnya telah menegaskan makna tersebut.

Syarat Pengamalan Hadis Lemah (Menurut Para Ulama)

Al-Khaskafi al-Hanafi menjelaskan bahwa syarat mengamalkan hadis lemah adalah:

Kelemahannya tidak parah
Masuk dalam kaidah umum syariat
Tidak diyakini sebagai sunnah

Adapun hadis palsu, maka tidak boleh diamalkan sama sekali, dan tidak boleh diriwayatkan kecuali disertai penjelasan kepalsuannya.

Peringatan tentang Meriwayatkan Hadis Palsu

Rasulullah bersabda: "Barangsiapa meriwayatkan dariku hadits yang ia lihat bahwa itu dusta maka ia adalah salah satu dari pendusta."

Tidak ada perbedaan dalam mengamalkan hadits dalam hukum-hukum atau dalam keutamaan (fadhail) karena semuanya adalah syariat.

Hadis-Hadis Terbaik tentang Keutamaan Rajab

Hadis Pertama: Usamah bin Zaid (dari An-Nasa'i)

Teks Hadis Usamah bin Zaid berkata: "Aku berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa dari bulan-bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya'ban? Beliau bersabda: 'Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan, dan yaitu bulan yang di dalamnya amal-amal diangkat kepada Rabb semesta alam, maka aku suka apabila amalku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa.'"

Analisis Hadis ini adalah yang paling baik dari apa yang diriwayatkan dalam hal itu. Di dalamnya terdapat isyarat bahwa:

Dalam Rajab ada kemiripan dengan Ramadhan
Manusia sibuk di dalamnya dari ibadah dengan apa yang mereka sibukkan di Ramadhan
Manusia lalai dari yang serupa dengan itu di Sya'ban, karena itu Rasulullah berpuasa di bulannya
Dalam pengkhususan itu dengan puasa terdapat isyarat tentang keutamaan puasa Rajab
Hal itu adalah dari yang diketahui dan telah ditetapkan pada mereka

Hadis Kedua: Al-Bahili (dari Abu Dawud)

Teks Hadis Lengkap Mujibah al-Bahiliyyah meriwayatkan dari ayahnya atau pamannya bahwa ia datang kepada Rasulullah kemudian pergi lalu datang kepadanya setelah setahun dan telah berubah kondisi dan penampilannya. Ia berkata: "Wahai Rasulullah! Tidakkah engkau mengenalku?"

Rasulullah bersabda: "Dan siapakah engkau?"

Ia berkata: "Aku adalah al-Bahili yang datang kepadamu tahun pertama."

Rasulullah bersabda: "Apa yang mengubahmu, padahal engkau dulu baik penampilannya?"

Ia berkata: "Aku tidak makan makanan kecuali di malam hari sejak aku berpisah darimu."

Rasulullah bersabda: "Mengapa engkau menyiksa dirimu?"

Kemudian beliau bersabda: "Berpuasalah sebulan kesabaran (Ramadhan) dan sehari dari setiap bulan."

Ia berkata: "Tambahkan untukku karena pada diriku ada kekuatan."

Rasulullah bersabda: "Berpuasalah dua hari."

Ia berkata: "Tambahkan untukku."

Rasulullah bersabda: "Berpuasalah tiga hari."

Ia berkata: "Tambahkan untukku."

Rasulullah bersabda: "Berpuasalah dari bulan-bulan haram dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan haram dan tinggalkanlah."

Dan beliau berisyarat dengan tiga jarinya lalu menggenggamnya kemudian melepaskannya.

Penilaian Hadis Meskipun dalam sanadnya ada orang yang tidak dikenal, terdapat dalil yang menunjukkan dianjurkannya puasa sebagian Rajab karena ia adalah salah satu dari bulan-bulan haram.

Hadis Ketiga: Anas tentang Puasa Hari-Hari Tertentu

Teks Hadis "Barangsiapa berpuasa dari setiap bulan haram hari Kamis, Jum'at, dan Sabtu, dituliskan baginya ibadah tujuh ratus tahun."

Penilaian Hadis Hadis ini diriwayatkan dalam Fawa'id Tamam ar-Razi. Dalam sanadnya terdapat orang-orang yang lemah dan majhul (tidak dikenal).

Metodologi Penilaian Hadis dalam Kitab Ini

Pendekatan yang digunakan dalam penjelasan ini adalah:

Otentisitas Utama: Hanya hadis-hadis sahih yang dijadikan hujjah (bukti) untuk masalah-masalah yang pasti dan wajib
Hadis Lemah dalam Keutamaan: Ulama memiliki praktik berlapang dada dalam menyebutkan hadits-hadits keutamaan yang lemah, selama tidak palsu
Verifikasi Pengguna: Mereka yang mengamalkan hadis lemah harus:
- Menyadari kelemahannya
- Mengetahui bahwa itu bukan sunnah yang sahih
- Tidak mengira bahwa itu adalah ajaran wajib
Perbedaan antara Lemah dan Palsu:
- Hadis lemah dapat diriwayatkan dan diamalkan dengan syarat-syarat tertentu
- Hadis palsu tidak boleh diamalkan sama sekali dan hanya boleh diriwayatkan dengan penjelasan kepalsuannya

Kesimpulan dan Pentingnya Verifikasi

Pembahasan ini menunjukkan bahwa:

Ketiadaan Hadis Sahih: Tidak terdapat hadis sahih yang spesifik tentang keutamaan khusus bulan Rajab atau puasanya
Tradisi Memahami Keutamaan: Keutamaan Rajab yang ada dalam tradisi Islam lebih bersumber dari:
- Status Rajab sebagai salah satu bulan haram
- Analogi dengan praktik puasa yang direkomendasi dalam hadis tentang bulan-bulan haram
- Konteks historis tentang bagaimana orang-orang pada masa Jahiliyah menghormatinya
Pentingnya Kesadaran Amal: Siapa pun yang ingin mengamalkan keutamaan Rajab harus menyadari bahwa:
- Tidak ada perintah khusus yang sahih untuk itu
- Amal tersebut bersifat sunah (dianjurkan), bukan wajib
- Perbedaannya dengan ibadah-ibadah wajib harus jelas dipahami
Perlindungan dari Bid'ah: Dengan memahami status hadis tentang Rajab, umat terlindungi dari:
- Menganggap hal-hal yang diada-adakan sebagai bagian dari agama
- Membuat aturan baru yang tidak memiliki dasar dalam syariat
- Mengembangkan tradisi yang bertentangan dengan ajaran pokok Islam

Diterjemahkan oleh: Muhamad Abid Hadlori