Tak terasa kita telah memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan ampunan. Bulan yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang dinantikan oleh hati seluruh orang beriman dengan penuh kerinduan. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya kebaikan yang telah Allah selipkan di setiap detik di sepanjang hari-hari dan malam-malam bulan suci Ramadhan. Siapa pun yang bersungguh-sungguh mengisi setiap waktunya di bulan berkah ini dengan ketaatan-ketaatan kepada Allah Ta’ala maka dia insyaallah akan menjadi hamba yang terpilih untuk mendapatkan ampunan Allah subhanahu waTa’ala.
Di antara bentuk ibadah yang senantiasa melekat dengan bulan suci Ramadhan adalah Tilawah (membaca) Al-Qur’an. Pertemuan antara momentum keberkahan pada Ramadhan dan kegiatan terkait Al-Qur’an merupakan perpaduan dari dua cahaya dari Allah Ta’ala yang sangat fantastis. Keduanya tidak akan menerpa hati seorang muslim kecuali ia akan bersinar dengan penuh syahdu, sehingga kegelapan hati akibat dosa-dosa lampau selama ini akan sirna dan akan berganti dengan cahaya keberkahan yang akan mengalirkan kesejukan iman di sekujur jasmaninya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam membaca Al-Qur’an di sana terdapat aturan-aturan dan rambu-rambu tertentu yang wajib untuk kita perhatikan dan taati. Selain dari tajwid dan makharijul huruf maka setiap pembaca Al-Qur’an juga wajib untuk memperhatikan kapan dia berhenti dan kapan dia memulai, yang biasa dikenal oleh para ulama sebagai ilmu “Al Waqfu wal Ibtida”. Di sini kami tidak akan membahas secara detail tema tersebut, karena memang tema tersebut adalah pembahasan yang sangat panjang. Tapi, kami akan mencoba membahas salah satu subtema yang sangat relevan dan sangat dibutuhkan, khususnya menjelang datangnya bulan suci Ramadhan.
Kami akan mencoba mengulas bagaimana membagi bacaan Al-Qur’an per harinya hingga tamat tanpa keliru dalam pembagian dan tanpa terjatuh pada kesalahan waqof (berhenti) dan ibtida’ (memulai). Sebagai contoh : Mayoritas kaum muslimin membaca Al-Qur’an berdasarkan juz. Sehingga jika yang menjadi target adalah menamatkan Al-Qur’an dalam 30 hari maka otomatis akan menargetkan membaca satu juz perhari. Nah, di sinilah letak kesalahannya karena pembagian tersebut (pembagian Al-Qur’an menjadi 30 juz versi mushaf yang beredar sekarang) faktanya tidak disusun dengan mempertimbangkan kesempurnaan makna ayat terakhir yang terdapat di akhir juz atau pun di awal juz. Begitu pula dengan awal hizb dan rubu', tidak mempertimbangkan kesempurnaan rangkaian ayat.