Krisis menjaga perasaan orang lain adalah fenomena yang banyak terjadi di kehidupan kita hari ini. Kita kurang peka memahami perasaan saudara dan sahabat. Kurang peka memahami perasaan keluarga; istri dan anak. Kurang peka memahami perasaan santri kita, tetangga kita dan lain sebagainya. Padahal memahami dan menjaga perasaan orang lain adalah salah satu ajaran diantara ajaran Islam yang mulia. Dalam sebuah hadits, Nabi ﷺ bersabda:
“Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang saling berbisik tanpa melibatkan yang ketiga, sampai kalian berbaur dengan orang lain, karena hal itu akan membuatnya bersedih.” (HR. Bukhari: 6290 dan Muslim: 2184)
Dan ini bukan hanya masalah berbisik saja. Para ulama mengatakan dalam kaidah fiqihnya:
“Hukum itu berputar bersama ilahnya.”
Sehingga segala hal yang membuat sedih dan melukai perasaannya harus ditutup rapat-rapat meskipun bukan berbisik-bisik. Seperti misalnya memakai bahasa daerah tertentu sedangkan orang yang ketiga tidak memahaminya.
Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ mengajarkan agar kita menjaga perasaan saudara kita dan jangan melukai hatinya. Jagalah agar ia tetap tersenyum bahagia. Rasulullah ﷺ pernah mengatakan:
“Termasuk amalan paling utama engkau membuat gembira hati saudaramu sesama muslim.” (HR. Ath Thabarani dalam Mu’jam Al Kabir no. 13280 dan dihasankan Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 176)
Ketika kita membuat hati saudara kita bahagia, senang, dan gembira, maka itu termasuk amalan yang sangat mulia di sisi Allah. Bukan malah menyakiti perasaannya.
Ini adalah satu akhlak yang sangat penting untuk kita miliki bersama dalam kehidupan ini untuk menjaga ukhuwah islamiyah diantara kita. Terkadang, terjadinya riak-riak kecil dalam perjalanan kehidupan ini karena kita mengabaikan akhlak ini. Kita kurang peka memahami dan menjaga perasaan saudara dan sahabat kita, sehingga kita mengeluarkan kata-kata yang melukai tanpa kita sadari.
Bagaimana caranya kita bisa menumbuhkan kepekaan dalam memahami perasaan orang lain? Berikut adalah beberapa kiatnya yang kita kutipkan dari kitab Faqru Al-Masya’ir karya Syaikh Dr. Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd.