Diantara amalan sunnah usai bulan Ramadhan adalah puasa enam hari bulan Syawal sebagaimana ditegaskan dalam banyak hadits.
Masalahnya, ada sebagian kalangan yang masih meragukan tentang sunnahnya ibadah ini serta bertanya-tanya tentang beberapa permasalahan seputarnya. Bagaimana sebenarnya panduan tentang puasa sunnah ini? Pembahasan berikut mencoba untuk mengulasnya. Kami terdorong membahasnya karena tiga alasan:
1. Puasa enam hari Syawal termasuk ibadah sunnah yang mulia yang dianjurkan oleh Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dan keutamaannya besar sekali. Maka mengilmui tentangnya sangat ditekankan karena termasuk bagian dari agama.
2. Adanya beberapa permasalahan hukum fiqih yang diperselisihkan ulama sehingga kita perlu tahu duduk permasalahannya.
3. Masih jarang buku yang menjelaskan masalah ini secara khusus.
Saudaraku, perlu diketahui bahwa metode penulisan yang kami tempuh dalam buku ini adalah memaparkan masalah berdasarkan dalil secara praktis dan mudah dengan diiringi penjelasan para ulama yang terkemuka. Adapun dalam masalah-masalah fiqih dan perselisihan ulama, maka kami memilih apa yang kami pandang sebagai pendapat yang kuat dalam hati kami, dengan tetap menghormati pendapat ulama lainnya, tanpa memaksakan orang lain untuk mengikuti pendapat yang kami pilih. Alangkah bagusnya ucapan Qotadah: “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan ulama, maka hidungnya belum mencium bau fiqih” (Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815).
Alhamdulillah, inilah metode yang kami terapkan dalam masalah agama, yaitu kita berputar bersama dalil terkuat tanpa fanatik terhadap seorang ulama’pun dan tanpa merendahkan ulama lain yang menyelisihinya. Al-Hafizh Ibnu Qayyim berkata: “Sesungguhnya kami mencintai para ulama kaum muslimin dan memilih dari pendapat mereka yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, kita menimbang pendapat mereka dengan kedua timbangan tersebut, kita tidak menimbangnya dengan ucapan seorangpun, siapapun dia. Kita tidak menjadikan seorang selain Allah dan rasul-Nya yang terkadang benar dan terkadang salah untuk kita ikuti setiap pendapatnya dan melarang orang lain untuk menyelisihi-nya. Demikianlah wasiat para imam Islam kepada kita, maka hendaknya kita mengikuti jejak dan petunjuk mereka” (al-Furusiyyah, hal. 343).
Semoga Allah 'Azza wa Jalla menjadikan buku kecil ini bermanfaat dan menjadi tabungan pahala di akherat kelak bagi penulis, pembaca dan setiap yang berpartisipasi menyebarkannya.