Ini adalah kumpulan makalah-makalah (makalah1-36) -yang ditulis dalam waktu yang berbeda-beda-; yang umumnya merupakan usaha untuk menggabungkan antara ilmu syar’i dengan realita yang ada, menggabungkan antara teori dan praktek.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullaah berkata:
“Seorang mufti dan hakim; tidak akan bisa berfatwa dan menghukumi kecuali dengan dua jenis pemahaman:
Pertama: Pemahaman terhadap realita, (dengan) mendalaminya dan berusaha mengetahui hakikat kejadian (dan keadaan) yang sebenarnya, (yaitu) dengan (cara) mempelajari indikasi dan tanda-tanda, sehingga dia benar-benar menguasai (realita) tersebut.
Kedua: Pemahaman terhadap kewajiban (kita) dalam menghadapi realita tersebut, yaitu: pemahaman terhadap hukum Allah yang terdapat dalam kitab-Nya maupun (Sunnah) Rasul-Nya.
Kemudian dia menggabungkan dua jenis pemahaman tersebut.
Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam mengerahkan kemampuannya dalam hal ini; maka (kalau benar) dia mendapat dua pahala atau (kalau salah) dia mendapat satu pahala. Sehingga, yang dinamakan ‘alim (orang yang berilmu) adalah: orang yang mengetahui realita dan mempelajarinya, kemudian pemahamannya (terhadap realita) ini dia gunakan untuk mengetahui hukum Allah dan Rasul-Nya (dalam perkara-perkara tersebut).
Barangsiapa memperhatikan syari’at dan hukum-hukum para Shahabat (Nabi), maka dia akan mendapatkannya dipenuhi dengan (metode) ini. Dan barangsiapa yang tidak menempuh (jalan) ini; maka dia akan menyia-nyiakan hak manusia dan menisbatkan (ketidak adilan) tersebut kepada syari’at (Islam) yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya.”
Dan banyak dari tulisan ini yang juga merupakan usaha pembuktian bahwa segala perselisihan -dalam masalah agama-; maka jawabannya terdapat di dalam Al-Qur’an dan As- Sunnah, sebagaimana Allah firmankan:
“…Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu; maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah-nya), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Akhir…” (QS. Qn- Nisaa’: 59).”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah berkata: “Firman Allah:
“…Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu;…” (QS. Qn-Nisaa’: 59).
Adalah nakirah dalam konteks syarat; sehingga mencakup segala hal yang diperselisihkan oleh kaum mukminin dalam permasalahan-permasalahan agama; yang kecil maupun yang besar dan yang jelas maupun yang samar.
Kalau lah di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya tidak ada penjelasan tentang hukum yang mereka perselisihkan dan tidak mencukupi; maka tentulah Allah tidak memerintahkan untuk kembali kepadanya. Karena, tidak mungkin ketika terjadi perselisihan; Allah memerintahkan untuk kembali kepada sesuatu yang tidak ada ada jawaban di dalamnya.”
Selain itu, disebutkan juga banyak faedah yang diambil dari perkataan para ulama, pewaris para Nabi3, yang Allah perintahkan kita untuk bertanya kepada mereka.
Allah Ta’aalaa berfirman:
“…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)
Wallaahu A’lam.